Tanda Orang Kristen, oleh Samuel Rutherford

Kepada John Clark
dari Samuel Rutherford di Aberdeen

Kau adalah seorang Kristen yang sejati apabila kau memiliki tanda-tanda ini:

  1. Jika kau memandang berharga Kristus dan kebenaran-Nya seakan-akan kau siap menjual segala sesuatu yang kau miliki untuk membeli Dia dan rela menderita untuk itu.
  2. Jika kasih Kristus mencegahmu dari berbuat dosa dan jika kasih itu lebih mampu menjauhkanmu dari dosa dibanding hukum Taurat atau rasa takutmu akan neraka.
  1. Jika kau merendahkan hati dan menyangkal semua kehendakmu, kepandaianmu, nama baikmu, kesenanganmu, kehormatanmu, dunia ini, serta keangkuhan dan kebanggaan yang berasal dari semua itu.
  1. Imanmu tidak boleh kosong dan tanpa perbuatan-perbuatan baik.
  1. Kau harus, di dalam segala sesuatu, berjuang untuk kemuliaan Allah. Kau harus makan, minum, tidur, berbelanja, berjualan, duduk, berdiri, berbicara, berdoa, serta membaca dan mendengar firman Allah dengan tujuan hati supaya Allah dimuliakan.
  1. Kau harus menunjukkan dirimu sebagai seorang yang bermusuhan dengan dosa dan kau harus menentang semua perbuatan kegelapan, seperti kemabukan, sumpah serapah, dan dusta, sekalipun kawan-kawanmu membencimu karena hal tersebut.
  1. Tanamkanlah dalam benakmu setiap kebenaran Allah yang aku ajarkan padamu dan jangan pedulikan semua ajaran baru yang menyeleweng dan menyamar masuk ke dalam rumah Tuhan.
  1. Dengarkan hati nuranimu dalam setiap panggilanmu, dalam perjanjian, dalam berbelanja dan berjualan.
  1. Biasakanlah dirimu untuk berdoa setiap hari; serahkanlah semua rencana dan pekerjaanmu kepada Tuhan melalui doa, permohonan, ucapan syukur. Dan janganlah bersusah hati apabila kau dicela sebab Kristus Yesus telah terlebih dahulu dicela sebelum engkau. Ingatkanlah dirimu bahwa semua itu merupakan jalan menuju kedamaian dan penghiburan yang karenanya aku menderita saat ini. Aku bersedia menuju kematian dan ke dalam kekekalan bersamanya, sekalipun mungkin orang-orang akan melihat jalan yang lain. Ingatlah aku dan ingatlah keadaan gereja yang teraniaya ini di dalam doa-doamu. Semoga kasih karunia selalu bersamamu.

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

A

Humilty is a strange flower.
It grows best in winter weather and under storm of affliction.

Samuel Rutherford (1600-1661) merupakan seorang Covenanter dari Skotlandia. Ia lahir di desa Nisbet, Roxburghshire, Skotlandia. Tidak banyak yang diketahui mengenai masa kecil Rutherford. Samuel menempuh pendidikan formal di Jedburgh Grammar School kemudian melanjutkan studinya di Universitas Edinburgh. Ia menunjukkan bakat yang luar biasa dalam bahasa Yunani dan Latin. Pada usianya yang ke-21, ia lulus dari universitas tersebut dengan gelar Master of Art.

Pada tahun 1623, Rutherford menjabat sebagai Professor of Humanity di kampusnya dan menjadi pengajar bahasa Latin di sana. Kira-kira dua tahun tahun kemudian, ia bertobat dan menyerahkan diri-Nya pada Kristus. Sejak saat itu, ia mulai banyak mempelajari teologi di bawah binaan Andrew Ramsay. Pada titik itu, Rutherford berpikir bahwa ia telah menyia-nyiakan hidupnya dengan berada di luar Kristus. Iapun akhirnya memutuskan untuk meninggalkan pekerjaannya.

Pada tahun 1627, Rutherford dipercaya untuk melayani sebagai pastor di Anwoth, Kirkcudbrightshire. Di sana, ia melayani Allah dan jemaat gembalaannya dengan sepenuh hati dan sekuat tenaga. Salah seorang yang mengenal Rutherford pernah memberikan kesaksian mengenainya, “Saya telah mengenal banyak hamba Tuhan yang baik dan luar biasa di gereja ini, tetapi untuk seonggok tanah liat seperti Tuan Rutherford, saya tidak pernah melihat satupun di Skotlandia ini yang seperti dia, yang kepadanya dianugerahkan karunia-karunia yang luar biasa, karena ia penuh dengan segala yang baik, istimewa, dan berguna. Dia selalu berdoa, selalu berkhotbah, selalu mengunjungi orang sakit, selalu mengajar, selalu menulis dan belajar… Seringkali saya berpikir ia akan melayang meninggalkan mimbar tiap kali ia berbicara tentang Yesus Kristus. Dia tidak pernah benar-benar berada dalam kondisi terbaiknya sebelum ia berbicara tentang Dia. Dia bahkan mungkin tertidur di ranjangnya sambil berbicara tentang Kristus.”

RutherfordSekalipun demikian, masa-masa pelayanan Rutherford di Anwoth merupakan masa yang sukar baginya. Selama satu tahun lebih isteri Rutherford, Euphame Hamilton, menderita penyakit yang kronis sebelum akhirnya meninggal dunia. Tidak lama setelah itu, Allah juga memanggil kedua anak mereka. Rutherford sendiri menderita demam yang serius selama masa yang penuh duka itu. Pada tahun 1635, ibu Rutherford, yang tinggal bersama mereka, juga wafat.

Semua hal tersebut sangat mendukakan hati Rutherford. Itu sangat tidak mudah baginya. Sekalipun ia adalah seorang yang taat dan saleh, ia masih sering bergumul dalam mengendalikan emosinya. Ia juga seringkali mengalami depresi. Tidak hanya itu, pergumulan juga datang dari jemaat yang Rutherford gembalakan. Pelayanannya di Anwoth dapat dianggap menghasilkan buah yang sedikit. Ia sendiri pernah menyebut masa-masa yang sukar itu dengan “musim dingin spiritual di Anwoth…” Namun, entah Rutherford menyadarinya atau tidak, sangatlah jelas bahwa melalui semua penderitaan yang Rutherford alami itu, Allah sedang mempersiapkannya untuk menjadi hamba-Nya yang nantinya akan membawa penghiburan bagi anak-anak-Nya, salah satunya tentu saja melalui surat-surat Rutherford yang akan ia tulis di kemudian hari.

Setelah sembilan tahun melayani sebagai pastor, pada Juli 1636, masalah yang cukup serius datang kepada Rutherford. Sebagai seorang presbitarian, ia tidak bersedia untuk tunduk (seringkali disebut non-conformist) pada peraturan gereja Skotlandia yang didominasi oleh teologi Arminian. Oleh karena ketetapan hatinya itu, Rutherford dipaksa untuk meninggalkan jemaatnya di Anwoth. Ia dilarang untuk berkhotbah di manapun di Skotlandi. Tidak hanya itu, ia juga diasingkan ke Aberdeen dengan jangka waktu yang tidak pasti.

Hal ini membawa penderitaan yang luar biasa bagi Rutherford. Baginya, dipisahkan dari jemaat yang ia kasihi merupakan penderitaan yang tak tertahankan. Namun, siapa sangka? Di dalam providensi Allah yang penuh kasih setia dan tidak pernah melupakan hamba-Nya, justru di dalam dua tahun pengasingan inilah Rutherford banyak menulis surat-suratnya yang sangat terkenal, yang tidak hanya menjadi berkat dan penghiburan bagi jemaatnya di Anwoth tetapi yang juga mampu menembus batas waktu dan memberkati banyak orang Kristen hingga sampai saat ini. Hal ini sekali lagi menegaskan kepada Rutherford dan kita sekalian, bahwa Allah seringkali bekerja di dalam setiap penderitaan untuk menunjukkan kasih dan kuasa-Nya yang jauh lebih dahsyat bahkan dibanding kegelapan penderitaan itu sendiri.

RutherfordSetelah revolusi besar di Skotlandia oleh para covenanter pada tahun 1638, Rutherford kembali ke Anwoth yang ia kasihi dan rindukan. Namun, itu tidak untuk waktu yang lama. Kirk atau gereja Skotlandia menunjuk Rutherford untuk menjadi Professor of Divinity di St Mary’s College, St Andrews. Tugas baru ini membuat Rutherford tidak lagi begitu leluasa untuk berkhotbah dan melayani jemaatnya. Rutherford menerima tanggungjawab tersebut dengan syarat ia diizinkan untuk berkhotbah secara rutin setidaknya satu kali dalam seminggu.

Pada tahun 1643, Westminster Assembly mengadakan suatu rapat besar. (Rapat inilah yang akhirnya menghasilkan dokumen-dokumen seperti Pengakuan Iman Westminster dan Katekismus Westminster yang sangat besar pengaruhnya bagi Kekristenan dan masih sangat banyak digunakan hingga saat ini). Samuel Rutherford merupakan satu dari enam orang wakil Skotlandia yang ditunjuk untuk hadir dan menyumbangkan pemikiran-pemikirannya di rapat tersebut. Rutherfod Di dalam pertemuan tersebut, Rutherford memberikan pengaruh yang besar, terutama dalam penyusunan Shorter Cathecism yang hingga saat ini masih banyak digunakan sebagai panduan praktis bagi hamba-hamba Tuhan atau jemaat yang benar-benar berhasrat untuk mengenal, memuliakan, dan menikmati Allah di dalam Kristus Yesus.

Di Westminster, London ini, Rutherford juga melayani sebagai pengkhotbah selama paling tidak empat tahun. Pada periode ini, Rutherford menulis dan mempublikasikan lima bukunya yang paling penting. Buku yang menjadi magnum opus atau karya terbesar Rutherford berjudul “Lex Rex” yang berarti “Hukum dan Raja” dipublikasikannya pada tahun 1644. Di dalam buku tersebut, Rutherford menentang kedaulatan dan kekuasaan raja yang tidak terbatas dan berpendapat bahwa rakyat seharusnya berhak untuk mengangkat seseorang menjadi raja atau menurunkannya dari tahta kerajaan. Pada tahun 1647, Rutherford kembali ke St. Andrews dan pada tahun 1651, ia menjadi rektor di St Mary’s. Ia menghabiskan empat belas tahun terakhir dalam hidupnya dengan mengajar dan berkhotbah di St. Andrews.

Pada tahun 1660, setelah Oliver Cromwell, pejuang Inggris terbesar itu, wafat dan Charles II diangkat menjadi raja, pemerintahan Inggris dikembalikan menjadi sistem monarki. Dalam kondisi tersebut, sudah bisa dipastikan bahwa siapapun yang menulis buku “Lex, Rex” akan mendapat masalah yang sangat besar karena buku tersebut tidak sesuai dengan sistem pemerintahan monarki. Pada tahun 1661 (satu tahun sebelum peristiwa The Great Ejection), raja memerintahkan pemerintah setempat untuk untuk memusnahkan semua buku “Lex, Rex” dan untuk membawa Rutherford ke meja pengadilan dengan tuduhan pemberontakan terhadap raja. Ancaman hukuman yang menanti pemimpin besar seperti Rutherford adalah hukuman gantung. Rutherford tahu akan hal itu dan menganggap bahwa merupakan suatu kehormatan bagi dirinya apabila ia harus mati demi Juruselamatnya.

Namun, ketika Rutherford akan segera diadili, kondisi tubuhnya sudah sangat buruk. Ketika diminta untuk memenuhi panggilan pengadilan, ia menolak. Dari ranjang tempat dirinya terbaring, Rutherford berkata kepada orang-orang yang hendak menangkapnya:

Aku sudah lebih dahulu diminta untuk menghadap Hakim dan Pengadilan yang Agung.
Aku harus memenuhi panggilan pertamaku itu.
Dan sebelum hari persidangan yang kalian adakan untukku,
aku sudah berada di suatu tempat
di mana para raja dan orang-orang besar berkumpul
.”

RutherfordApa yang Rutherford katakan benar-benar terjadi. Pada tanggal 30 Maret 1661, sebelum pengadilan kerajaan berhasil membawa Rutherford ke meja persidangan, Tuhan telah terlebih dahulu memanggil Rutherford untuk pulang ke istana-Nya.

Seperti para Puritan lainnya, Rutherford juga menghasilkan banyak karya tulis. Selain Lex, Rex dan 365 surat-suratnya, tulisan lain seperti The Covenant of Life Opened, The Power of Faith and Prayer, dan The Trial and Triumph of Faith juga masih banyak beredar hingga saat ini.

Rutherford merupakan seorang hamba Tuhan yang penuh dengan Roh Kudus. Allah menganugerahkannya talenta, karunia, hikmat, dan kasih yang berlimpah sehingga ia dapat menjadi alat yang efektif di tangan-Nya untuk memperkokoh Kerajaan-Nya di bumi, khususnya di tanah Skotlandia. Satu hal yang menjadi jangkar bagi semua itu, yakni kecintaan Rutherford kepada Juruselamatnya, yakni Tuhan Yesus Kristus.

Kasih kepada Kristus itu tidak berasal dari Rutherford sendiri. Tuhanlah yang menanamkan kasih itu dan memampukannya untuk tetap setia dan mengasihi Anak-Nya. Itu semua adalah anugerah. Dan apabila itu adalah anugerah, itu berarti kau dan akupun bisa memiliki rasa cinta yang sedemikian besar pada Kristus, Tuhan kita. Oleh sebab itu, marilah kita berdoa agar Allah menanamkan kasih itu ke dalam setiap hati kita.

Marilah kita meminta kepada-Nya…
Dan apabila Ia belum memberikannya, mari kita mencari-Nya…
Dan jika Ia belum juga menganugerahkannya, mari kita datang ke pintu sorga-Nya…
Mari kita ketuk dan berkata:

Tuhan Yesus Kristus, aku membutuhkan Engkau!
Aku sadar satu hal:
Aku tidak mengasihi-Mu sebagaimana seharusnya aku mengasihi-Mu

Oleh sebab itu, ya Tuhan
Satu hal yang kurindukan, buatlah aku mencintai Engkau.

Semoga Allah membangkitkan hamba-hamba-Nya seperti Samuel Rutherford, yang tidak hanya penuh kuasa, tetapi juga rendah hati.

Rutherford
Amin…

*Pembaca yang terkasih, bacalah para Puritan

2 thoughts on “Tanda Orang Kristen, oleh Samuel Rutherford

Leave a reply to Hans Cancel reply